Kuliah Memang Masanya “Kritis”, Termasuk Kondisi Kantong

shares

Stop Manyun – Banyak orang bilang bahwa masa paling indah itu saat-saat berada di masa putih abu alias masa SMA. Namun jargon itu berlaku bagi yang engga nerusin ke jenjang universitas  alias mentok di SMA terus nerusin kerja aja. 

Masa-masa SMA mungkin menjadi masa yang tak terlupakan, banyak kenangan indah misalnya seperti kenangan makan mie berdua sama pacar di mesjid sekolah, bolos manjat pagar sekolah terus ketahuan wakil kepsek, jatuh cinta pada guru Kimia, kisah-kisah pacaran dengan mba-mba tukang batagor dan lain-lain. Namun bagi yang udah mentok di SMA, tidak pernah mengetahui warna-warni hiruk pikuk di kampus waktu jadi mahasiswa.

Anak SMA dulu memimpikan kehidupan sekolah yang bebas. Baju seragam bebas, gaya rambut bebas, pelajaran yang dipilih bebas, mau bergaul dengan siapa aja bebas. Nah jawaban itu semua terjawab waktu kuliah, so masa-masa kuliah adalah masa-masa terindah bagi seorang manusia .

Namun masa-masa kuliah tidak hanya dipenuhi dengan warna-warni ceria, ada juga mendung durjana yang menghujam di tiap sendinya . Adakalanya seorang mahasiswa galau, antara nerusin semester 5 atau nikah. Banyak lagi persoalan yang lain, misalkan bagi yang kuliahnya jauh dari rumah, ongkos hidup masih ditanggung orangtua, akhirnya harus ngekos dan mulai belajar hidup mandiri. Disana kita ditempa dan dicoba oleh dunia, adakalanya orangtua engga ngirim uang, saat itu pikiran kita mulai jalan, bagaimana caranya survive diantara kehidupan di masa-masa kuliah.

Pasca SMA dan mulai masuk ke jenjang perkuliahan, sudut pandang pemikiran jadi ikut berubah. Semester awal mungkin mindsetnya masih kayak anak SMA. Semester pertengahan mulai terbuka akan sudut pandang yang lain, dan akhirnya di semester-semester akhir, mindset harus berubah total demi tuntutan dan kepercayaan sebagai mahasiswa.

Bagi yang aktif di organisasi-organisasi kampus seperti BEM, Mapala, Teater dan lain-lain, mindset kritis itu menjadi hal biasa. Kegiatan diskusi mulai banyak dilakukan, saat itulah kita benar-benar menjadi dewasa.

Namun pola pikir kritis ini juga dibarengi dengan kritisnya keadaan kantong alias boke ga punya duit. Ya memang kebanyakan mahasiswa memang masih belajar, dan kebanyakan belajar teori jadi untuk mengaktualiasikannya menjadi pundi-pundi rupiah itu belum bisa.

Akhirnya bagi yang emang ingin berubah, mulai-mulai bikin usaha, jualan pulsa, jualan cendol, jualan kopi, ampe jual keperawanan hehe. Yah karena tuntutan dana itu, seorang mahasiswa menjadi sangat kritis terutama mengenai bagaimana mensiasati agar kantongnya tidak kritis . 

Salam Nyun-Nyun.. Nantikan tulisan mbah yang lain soal kehidupan di masa-masa remaja hanya di STOPMANYUN.

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment