Menghadapi Ancaman yang Muncul – Akselerasi Ketersediaan Terapi Medis

shares

Oleh: Luciana Borio, M.D., Edward Cox, M.D., M.P.H., and Nicole Lurie, M.D., M.S.P.H.

Penyakit menular yang muncul atau kembali muncul mengancam nyawa  semakin menginspirasi kebutuhan-kebutuhan untuk sebuah novel, seringnya terapi yang tidak di tes. Masalah terbaru tentang transmisi dari Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) di Asia menekankan kebutuhan evaluasi cepat terapi investigasi sepanjang wabah berlangsung, mengidentifikasi mereka yang benar-benar bermanfaat bagi pasien , dan melindungi terhadap mereka yang membahayakan. 

Walaupun adanya peningkatan pada penelitian terhadap hewan yang diikuti oleh tahapan uji coba klinis berfungsi dengan baik bagi banyak terapi, proses tersebut mungkin berjalan dengan sangat lambat sepanjang darurat kesehatan publik. Kita mengusulkan dibentuknya sebuah paradigma baru untuk mengakselerasi evaluasi pada investigasi terapi-terapi sepanjang keadaan darurat untuk menjamin terapi-terapi berjalan dengan aman dan efektif menjangkau pasien sebisa mungkin.


Menghadapi Ancaman yang Muncul – Akselerasi Ketersediaan Terapi Medis


Pendekatan utama untuk menampung wabah yang menimbulkan penyakit menular berisikan pengukuran standar kesehatan publik, seperti mengidentifikasi dan mengisolasi orang yang terinfeksi,  mencatat kontak yang mereka lakukan untuk mendeteksi penularan selanjutnya, dan menjaga kontak dan tenaga medis dari penularan. Dukungan layanan medis umum untuk orang-orang yang terinfeksi sangatlah penting, selain menggunakan bukti perawatan-perawatan khusus. Ketika perawatan sangat minim, klinik secara umum mencoba terapi-terapi berdasarkan  pengalaman dari penyakit-penyakit lainnya (biasanya berdasarkan mekanisme aksi yang telah di dalilkan) yang diharapkan mendapatkan hasil yang diinginkan. Sebagai contoh, sepanjang tahun 2003, wabah dari SARS,  beberapa penelitian kecil memperlihatkan penggunaan interferon, ribavirin, steroids, dan  convalescent plasma.

Sayangnya, ketidakmampuan untuk mengimplementasikan dengan baik uji coba yang telah didesain menghalangi berbagai bukti jelas dari manfaat-manfaat, dan beberapa evaluasi memberi kesan adanya bahaya. Sepanjang tahun 2009 wabah influenza H1N1, diangap tidak layaknya pembentukan studi klinis multisite untuk menginvestigasi terapi sepanjang keadaan darurat. Peramivir, obat infuenza berbentuk anti virus intravena dalam pengembangan klinis, yang tersedia di United States under Emergency Use Authorization (EUA) untuk mengatasi pasien khusus yang dirawat di rumah sakit.

Permintaan berlangsung cepat, hampir dari 1300 pasien sakit parah menerima obat. Sayangnya, tidak ada data akurat pada efektifitas dari penggunaan. Beberapa analisa memperlihatkan bahwa kematian yang meningkat diantara pasien mengkonsumsi peramivir, walaupun penemuan tersebut memperlihatkan biasnya masalah (jika pasien yang mengkonsumsi peramivir dipastikan ‘orang yang sakit’ cara-cara tersebut tidak mudah diukur). Uji coba klinis kelanjutan tidak memperlihatkan adanya manfaat atau peningkatan kematian yang dihubungkan dengan peramivir pada pasien yang dirawat.

Related Posts

0 komentar:

Post a Comment